Senin, 10 Juni 2013

Resensi Novel Sebelas Patriot

Judul Buku              : Sebelas Patriot
Pengarang               : Andrea Hirata
Penerbit                  : Bentang Pustaka
Isi                           : 116 Halaman
Cetakan                  : Juni, 2011

                                  http://acatadesa.com/wp-content/uploads/2013/04/Sebelas-Patriot.jpg




Keunggulan :
Novel mudah dibaca, tulisan-tulisan mudah dipahami oleh pembaca. Sehingga, pembaca tidak harus berfikir untuk mencerna kata-kata yang tercantum dalam novel ini. Kekurangannya tidak begitu terlihat disini. Semoga melalui novel ini bisa menjadi acuan untuk sepakbola Indonesia dan kepengurusan PSSI.

Kelemahan :
Menurut saya novel ini tidak memiliki kekurangan dari segi bahasa, penulis dapat dengan baik menceritakan kandungan novel yang ingin disampaikan kepada pembaca agar pembaca dapat memahami isi novel tersebut. Dari segi harga juga tidak terlalu mahal, dengan uang Rp. 39.000 kita dapat membawa pulang novel tersebut.

Sinopsis :
Novel Sebelas Patriot adalah novel yang menceritakan kehidupan seorang anak Melayu Belitong bernama Ikal tentang kebanggannya terhadap PSSI dan Ayahandanya. Dari sebuah foto yang tidak sengaja ia temukan di atas almari, Ikal tahu tentang masa lalu Ayahnya yang manis sekaligus pahit. Sewaktu muda dulu, Ayahnya pernah menjadi pemain bola yang hebat pada masanya sebagai pemain di posisi sayap kiri. Ayah dan dua Saudaranya dulu dipekerjakan dengan paksa oleh penjajah di parit tambah, posisi paling hina, kasta paling rendah di Maskapai Timah. Meskipun begitu, tim kesebelasan parit tambang pernah mengalahkan tim kesebelasan kebanggaan Van Holden, hal itu dianggap sebagai sebuah pembangkangan dan mempermalukan bangsa penjajah. Hingga kemudian tiga Saudara itu diangkut ke tangsi dan diasingkan, kecuali Ayah Ikal. Belanda sempat menawarinya untuk memperkuat tim kesebelasannya namun Ayah Ikal menolak dan hal itulah yang menjadi akhir dari perjalan Ayah Ikal bermain sepak bola, karena setelah itu Ayah Ikal diangkut kembali ke tangsi. Lelaki muda itu pulang dalam keadaan tempurung kaki kirinya pecah, sehingga mustahil untuk kembali bermain sepak bola. Ikal mengetahui semua sejarah sejarah tentang Ayahnya yang selama ini dirahasiakan oleh Ibu dan Ayahnya sendiri pada Si Pemburu Tua. Ikal merasa bangga terhadap ayahnya juga dengan PSSI

Perjalanan hidup ayahnya di masa silam menjadi motivasi Ikal untuk menjadi pemain sepak bola yang hebat, menjadikan dirinya semakin cinta pada Ayahnya dan cinta pada PSSI. Ikal kecil mengikuti tes seleksi pemain Junior Kabupaten, kemudian lolos ke Provinsi, hingga tembus ke seleksi pemain PSSI. Ikal mengikuti seleksi dari tahap awal hingga akhir dengan satu tujuan mulia “membahagiakan Ayahnya”, tapi nasib berkata lain Ikal dimata para pelatih PSSI tak layak masuk menjadi pemain PSSI karena kemampuan yang masih kalah dengan para pemain lain. Kegagalan yang dialami Ikal sungguh membuatnya kecewa dan sempat berkecil hati, namun hal itu tak membuatnya benci terhadap PSSI. Dia justru bangga terhadap PSSI dan semakin cinta terhadap PSSI. Karena Ayahnya-pun selalu bangga terhadap PSSI itu yang membuat Ikal menjadi fans berat PSSI.

Ketika Ikal mengenyam pendidikan di Universitas Sorbone, Perancis, Ikal sempat mengisi liburan musin panasnya menjadi seorang backpacker. Bersama Arai, sepupunya, Ikal menjelajahi Afrika dan Eropa. Diperjalanan mereka sebagai backpacker, Ikal dan Arai berpisah karena tujuan yang diminatinya berbeda. Ikal ingin ke Madrid sedangkan Arai ingin ke Alhambra. Ikal ingin singgah di Madrid karena Ayahnya, salah satu club dikota itu menjadi kebanggan Ayah ikal yaitu Real Madrid. Di kota Madrid Ikal bertemu dengan seseorang bernama Adriana, seorang perempuan yang gemar dengan bola. Selain penggemar bola dia berprofesi sebagai penjaga toko resmi kepunyaan Real Madrid. Perkenalan itu berawal ketika Ikal akan membeli sebuah kaos bola bertuliskan Luis Figo. Namun, Adriana menawarkan sebuah kaos bertanda tangan Luis Figo dengan harga yang berlipat lebih mahal dibanding kaos tak bertanda tangan. Ikal ingin sekali membeli untuk Ayahnya namun uangnya tak cuku. Kemudian Ikal berjanji pada Adriana bahwa dirinya akan kembali lagi untuk membeli kaos bertanda tangan Luis Figo. Ikal bekerja mati-matian untuk memperoleh uang 250 Euro. Di tengah perjuangannya mengumpulkan uang sebanyak 250 Euro, Ikal ingat kepada Pelatih Toharun. Ia kemudian membelikan kaos dari toko resmi milik Barcelona ketika ia bekerja di Nou Camp sebagai general manager atau bahasa kerennya ‘kacung’. Ikal rela mengambil tiga pekerjaan sekaligus yaitu menjadi tukang cat dan tukang angkat-angkat furniture di siang hari, dan tukang pungut bola pada malam hari demi mendapatkan uang 250 Euro. Akhirnya sebuah kaos yang bertanda tangan Luis Figo dapat dibelinya untuk kemudian dihadiahkan kepada Ayahnya.

Kemudian, setelah pertemuannya yang kedua di toko resmi milik Real Madrid, Ikal semakin akrab dengan Adriana. Merekapun sempat menyaksikan secara langsung pertandingan Real Madrid VS Valencia di Estadio Santiago Bernabeu. Pada saat menyaksikan pertandingan itu, ketika Real Madrid berhasil mencetak gol, puluhan ribu penonton berteriak, “Real!, Real!” namun Ikal berteriak, “Indonesia! Indonesia!”. Adriana takjub melihat semangat Ikal, melihat bagaimana seseorang yang berasal dari sebuah pulau terpencil di negeri antah berantah bisa berada di tengah ingar-bingar Santiago Bernabeu.